Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Jika mengulas tentang organisasi pasti kita juga bakal mengulas aspek- aspek di dalam nya dimana manusia ataupun individu merupakan sesuatu aspek bahkan suatu aset berarti di suatu perusahaan ataupun organisasi. tentunya di dalam kinerja individu terdapat juga kegiatan berkelompok di suatu industri ataupun organisasi. Pada umumnya masing- masing individu memiliki tujuan serta kebutuhan dalam hidupnya, dalam upaya pemenuhan kebutuhan tersebut masing- masing individu bakal membutuhkan kelompok ataupun suatu organisasi dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya. Namun, dasar- dasar pokok yang penting dari interaksi serta pembuatan suatu kelompok kerja secara sederhana yaitu sebab adanya suatu peluang berinteraksi antar individu satu dengan yang yang dalam perilaku organisasi pastinya masing- masing individu tersebut wajib membiasakan diri dengan yang lain, dengan terdapatnya interaksi semacam itu akan membuat tugas ataupun tanggungjawab yang diberikan organisasi jadi terasa lebih ringan sebab dapat dilakukan bersama- masing manusia nyatanya tidak akan lepas dari faktor sosial serta budaya. Di dalam kehidupan manusia, pastinya tidak akan terlepas dengan individu yang lain. Demikian pula di dalam organisasi pastinya seseorang individu akan mencari keakraban dengan kelompok yang terdapat di organisasi tersebut terlepas dari adanya kesamaan pekerjaan, dekatnya tempat kerja, keseringan bertemu, sampai adanya kesamaan hobi ataupun hal kecil lainnya. Dari hal- hal tersebutlah terbentuk suatu kelompok di dalam sendiri ialah perihal yang sangat menarik untuk dipelajari baik itu sikap seseorang individu maupun sikap dalam kelompok. Untuk masyarakat awam mungkin perilaku ialah perihal biasa yang dilakukan seseorang tiap harinya. Akan tetapi perilaku ialah perihal yang menarik untuk dipelajari sebab dengan mencermati sikap baik dalam individu ataupun kelompok kita berharap dapat memahami satu sama lain serta tercapainya kerjasama yang bagus dalam suatu perilaku pada suatu organisasi tidak terlepas dari 2 faktor yakni antara individu dan kelompok. Berikut ini akan dikupas satu persatu apa itu perilaku individu serta sikap Individu 1 2 3 Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Semakinkonsisten sifat tersebut, dan semakin sering terjadi dalam berbagai situasi , semakin penting sifat tersebut dalam menggambarkan individu. Menurut Sunarto, (2004 : 37), Dalam struktur kepribadian berkisar pada upaya untuk mengenali dan menandai karakteristik abadi yang menggambarkan suatu perilaku individu.
PERILAKU INDIVIDU DALAM ORGANISASI KOMUNIKASI ORGANISASI Pemahaman Sifat Manusia dalam Organisasi - Setiap usaha untuk mempelajari mengapa seseorang berperilaku seperti yang mereka lakukan dalam organisasi mempersyaratkan beberapa pengertian mengenai perbedaan individual. Para manajer menghabiskan cukup banyak waktu untuk menilai kecocokan antara individu, tugas kerja, dan keefektivan. Setiap pekerja berbeda dalam banyak hal. Seorang manajer perlu mengetahui bagaimana perbedaan mempengaruhi kinerja dan perilaku bawahannya. Artikel terkait lainya 1. Konsep Manajemen dalam Komunikasi Organisasi 2. Aliran Informasi dalam Komunikasi Organisasi 3. Kekuasaan dan Pemberdayaan Organisasi 4. Manajemen Konflik dalam Komunikasi Organisasi 5. Ganguan Komunikasi Organisasi Distorsi Pesan PEMAHAMAN TENTANG PERILAKU Perilaku seorang pekerja adalah kompleks sebab dipengaruhi oleh berbagai variabel lingkungan dan banyak faktor individual, pengalaman, dan kejadian. Beberapa variabel individual seperti kecakapan, kepribadian, persepsi, dan pengalaman mempengaruhi perilaku. Perilaku pekerja menentukan hasil. Mereka dapat menghasilkan prestasi jangka panjang yang positif dan pertumbuhan diri atau sebaliknya, prestasi jangka panjang yang jelek atau kurang berkembang. Seperti ditunjukkan gambar berikut ini, perilaku dan hasil berlaku sebagai umpan balik bagi diri dan lingkungan Kerangka Perilaku Individu PEMAHAMAN TENTANG KEPRIBADIAN MANUSIA Kepribadian adalah himpunan karakteristik dan kecenderungan yang stabil serta menentukan sifat umum dan perbedaan dalam perilaku seseorang. Dengan kata lain kepribadian adalah semua corak kebiasaan manusia yang terhimpun dalam dirinya dan digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsangan baik dari luar maupun dari dalam. Corak kebiasaan ini merupakan kesatuan fungsional yang khas pada seseorang. Perkembangan kepribadian itu bersifat dinamis artinya selama individu masih tetap belajar dan bertambah pengetahuan, pengalaman serta keterampilannya, ia akan semakin matang dan mantap. Kepribadian memang bersifat unik, sehingga tidak ada satu orangpun yang sama persis dengan orang yang lain, meski terlahir kembar satu telur. Atribut Kepribadian 1. Daerah pengendalian Locus of control Ada dua daerah pengendalian kepribadian, yaitu eksternal dan internal. Kepribadian yang bersifat pengendalian internal adalah kepribadian di mana seseorang percaya bahwa dialah yang mengendalikan apa yang terjadi pada dirinya. Sedangkan sifat kepribadian pengendalian eksternal adalah keyakinan seseorang bahwa apa yang terjadi pada dirinya ditentukan oleh lingkungan diluar dirinya, seperti nasib dan keberuntungan. 2. Paham Otoritarian Paham ini berkeyakinan bahwa ada perbedaan status dan keyakinan pada orang-orang yang ada dalam organisasi. Sifat kepribadian otoritarian yang tinggi memiliki intelektual yang kaku, membedakan orang atau kedudukan dalam organisasi, mengeksploitasi orang yang memiliki status dibawahnya, suka curiga dan menolak perubahan. 3. Orientasi Prestasi Orientasi juga merupakan karakteristik kepribadian yang dapat digunakan untuk meramal perilaku orang. Mc Clelland, tentang kebutuhan untuk berprestasi, menyebutkan bahwa ada dua karakteristik sifat kepribadian seseorang yang memiliki kebutuhan untuk berprestasi tinggi, yaitu 1 Mereka secara pribadi ingin bertanggungjawab atas keberhasilan dalam menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya. 2 Mereka lebih senang dengan suatu resiko. Resiko merupakan tantangan yang mengasyikkan. Jika berhasil melewatinya maka ia akan merasa puas. Teori Freudian. Sigmund Freud telah meletakkan teknik baru untuk bisa memahami perilaku manusia. Hasil usahanya itu adalah sebuah teori kepribadian , yaitu 1. Id. Merupakan sistem kepribadian yang orisinil, dimana ketika manusia itu dilahirkan ia hanya memiliki Id saja, karena ia merupakan sumber utama dari energi psikis dan tempat timbulnya instink. Id tidak memiliki organisasi, buta, dan banyak tuntutan dengan selalu memaksakan kehendaknya, aktivitas Id dikendalikan oleh prinsip kenikmatan dan proses primer. 2. Ego. Mengadakan kontak dengan dunia realitas yang ada di luar dirinya. Di sini ego berperan sebagai “eksekutif” yang memerintah, mengatur dan mengendalikan kepribadian, sehingga prosesnya persis seperti “polisi lalulintas” yang selalu mengontrol jalannya id, superego dan dunia luar. Ia bertindak sebagai penengah antara instink dengan dunia di sekelilingnya. Ego ini muncul disebabkan oleh kebutuhan-kebutuhan dari suatu organisme, seperti manusia lapar butuh makan. Jadi lapar adalah kerja Id dan yang memutuskan untuk mencari dan mendapatkan serta melaksanakan itu adalah kerja ego 3. Superego. Yang memegang keadilan atau sebagai filter dari kedua sistem kepribadian, sehingga tahu benar-salah, baik-buruk, boleh-tidak dan sebagainya. Di sini superego bertindak sebagai sesuatu yang ideal, yang sesuai dengan norma-norma moral masyarakat Teori Freud - “Teori Gunung Es” Kesimpulan Dalam mengelola organisasi, seorang pemimpin atau manager harus memahami perilaku individu dan kelompok sebagai landasan untuk mengelola orangorang yang ada di dalamnya. Masalah perilaku individu maupun kelompok merupakan salah satu masalah yang amat pelik yang selalu dihadapi oleh semua manajer di berbagai organisasi, oleh karena itu perlu sekali mempelajari dan memahami perilaku dan kepribadian individu agar tujuan organisasi dapat dicapai secara efektif dan efisien. " Perilaku Individu dalam Organisasi - Komunikasi Organsasi "
Jawaban b. Memberi perhatian pada sebagian dari stimulus dan mengabaikan yang sebagian. 18. Kecenderungan melihat orang bukan berdasarkan perilaku individual orang tersebut tetapi berdasarkan perilaku kelompoknya dengan melihat jenis kelamin, ras, umur, agama, kewarganegaraan, atau pekerjaan merupakan salah satu kesalahan dalam persepsi, yaitu .
15. Apa saja syarat syarat terbentuknya organisasi?JawabanSyarat-syarat berdirinya suatu organisasi adalah 1. Memiliki peraturan AD/ART.2. Memiliki 1 tujuan yang Memiliki Ada pengurus Ketua, Wakil ketua, Sekretaris, Bendahara.6. Memiliki tujuan yang Adanya struktur Apa fungsi struktur dalam organisasi?JawabanStruktur organisasi juga berfungsi agar setiap karyawan mengetahui alur hubungan kinerja dengan jelas. Mulai dari batas tanggung jawab masing-masing posisi hingga waktu, cara, dan orang yang tepat untuk berkolaborasi untuk memudahkan pelaksanaan Apa yang dimaksud dengan struktur organisasi?JawabanStruktur organisasi adalah suatu sistem yang digunakan untuk mendefinisikan suatu hirarki dalam suatu organisasi. Ini mengidentifikasi setiap pekerjaan, fungsinya dan ke mana ia melapor ke dalam Apa saja 4 elemen perilaku organisasi?JawabanAdapun empat unsur/elemen utama perilaku organisasi antara lain Pandangan psikologi, Pandangan ekonomi, Pandangan bahwa individu dipengaruhi aturan org dan pemimpinnya, Pandangan tentang penekanan kepada tuntutan manajer untuk mencapai tujuan Apa komitmen kamu dalam organisasi?JawabanKomitmen organisasi terbagi menjadi tiga dimensi, yakni Keinginan tetap menjadi anggota organisasi. Percaya dan menerima nilai dan tujuan organisasi. Siap bekerja keras sepenuh hati untuk berkontribusi terhadap kemajuan Bagaimana cara memilih organisasi yang tepat?JawabanBerikut adalah beberapa hal yang harus kamu perhatikan sebelum memasuki Pilihlah organisasi yang sesuai dengan minatmu2. Pelajari Visi dan Misi Organisasi tersebut3. Carilah organisasi yang bisa mengembangkan soft skills juga dong4. Pilihlah organisasi yang dapat membuat kita berdampak bagi orang lain21. Apa yang membentuk budaya organisasi?JawabanTerbentuknya budaya organisasi pada awalnya berasal dari filsafat pendiri organisasi yang kemudian filsafat ini akan menentukan penyaringan karyawan-karyawan yang sesuai dengan filsafat dari pendiri Kenapa organisasi sebagai proses?Jawaban Organisasi dipandang sebagai proses mencerminkan kedinamisan aktivitas kerja dalam organisasi. Organisasi sebagai proses menyoroti kedinamisan interaksi antara pihak-pihak yang terlibat dalam organisasi Indikator budaya organisasi apa saja?Jawaban Indikator Budaya Organisasi 1. Inovatif Memperhitungkan Resiko dan Inovatif Mengantisifikasi Resiko. 2. Memberi Perhatian Pada Setiap Masalah Secara Detail. 3. Berorientasi Terhadap Hasil Yang Akan Dicapai. 4. Beriorentasi Kepada Semua Kepentingan Karyawan 5. Agresif dalam Organisasi yang baik itu seperti apa?JawabanSuatu organisasi yang baik memiliki identitas yang jelas, seperti namanya, latar belakang berdirinya, anggaran dasar/anggaran rumah tangga, bergerak di suatu bidang tertentu, dan alamatnya jelas serta lambang organisasi yang Apakah yang menjadi faktor penghambat dalam suatu perilaku organisasi?JawabanHambatan-hambatan tersebut meliputi 1. Keterbatasan sumber daya resource limitation Terperangkap oleh biaya sunk Cost 2. Akumulasi hambatan-hambatan perilaku yang bersifat resmi accumulations of official constrain' son Behaviour.26. Apa keuntungan dari pengembangan organisasi?JawabanManfaat utama pengembangan organisasi adalah inovasi, yang mengarah pada peningkatan produk dan layanan. Inovasi dapat dicapai melalui pengembangan karyawan, yang berfokus pada peningkatan hasil kerja yang memuaskan dan peningkatan motivasi dan semangat Faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku individu dalam organisasi?Jawabanfaktor internal Kepribadian, intelegensia; bakat dsb. Sedangkan faktor eksternal antara lain; pendidikan; agama; kebudayaan; lingkungan; dan sosial ekonomi. Faktor tersebut sedikit banyak mempengaruhi perilaku seseorang, begitu pula dalam perilakunya di sebuah organisasi.
ContohTesis 9. Atau perilaku organisasi merupakan suatu hal yang sangat urgen untuk secara terus-menerus dipelajari. Contoh Tesis 9. Robbin dan Judge 2011 Berdasarkan gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku organisasi terbentuk dari perilaku individu-individu dalam organisasi tersebut perilaku kelompok atau tim dan perilaku institusi.
Pada umumnya berbagai referensi atau literatur yang membahas mengenai perilaku orang-orang dalam organisasi atau organizational behavior, membagi pembahasan mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku dalam tiga kelompok besar, yaitu satu kelompok yang berkaitan dengan faktor internal dan dua kelompok yang berkaitan dengan faktor eksternal. Faktor internal berupa faktor individual atau faktor personal yang berada di dalam diri orang-orang yang berperilaku tersebut. Faktor eksternal berupa faktor eksternal terdekat, yaitu faktor kelompok dan faktor eksternal yang lebih luas, yaitu faktor organisasional. Gambar menjelaskan ketiga faktor tersebut secara ilustratif diambil dari buku Fundamentals of Organizational Behavior DuBrin, 2019. Faktor individual merupakan faktor esensial. Keberadaan ataupun ketidak apa faktor ini bersifat mutlak. Sementara faktor kelompok dan faktor organisasional bersifat pengungkit, pendongkrak atau memperkuat. Keberadaan atau pun ketidakadanya akan memperkuat atau memperlemah faktor individual. Ambil perumpamaan, seorang individu yang hebat ditempatkan pada dalam tim kerja yang buruk dan dalam organisasi yang buruk pula. Maka berapa kekuatan individu tersebut untuk membawa perubahan perilaku yang baik? Ya tentulah tidak banyak. Paling banyak ya 1%. Tetapi kemudian individu yang hebat itu didukung oleh tim kerja yang solid. Atasan, rekan kerja, dan bawahann yang mendukung; maka kemampuan orang tersebut memberi pengaruh positif meningkat menjadi 10%. Kehebatan dirinya yang 1% diperkuat oleh faktor kelompok yang mendongkrak 10x lebih baik. Di tambah lagi, bila orang hebat dan didukung oleh tim kerja yang hebat itu mendapat dukungan dari faktor organisasi, maka kemampuannya berkembang menjadi 100%. Individu yang hebat 1% diperkuat oleh tim kerja yang mendukung x10 dan didukung oleh organisasi yang mendukung x10; maka kemampuan orang hebat tersebut berkembang menjadi 100% untuk membawa kepada perubahan yang positif terhadap organisasi. Namun bila sebaliknya, faktor individual itu sendiri tidak ada. Orang tersebut bukanlah orang yang berperilaku positif, produktif, dan relevan dengan tujuan organisasi, maka kemampuan orang tersebut membawa perubahan perilaku ke arah yang lebih baik adalah 0%. Walaupun disokong orang tim yang mendukung x10 dan juga organisasi yang mendukung x10, maka kemampuan untuk membawa kepada perubahan yang positif adalah tetap 0%. Karena itu faktor individual merupakan faktor esensial yang menentukan terjadinya perubahan perilaku ataukah tidak di dalam organisasi. Dengan demikian, memahami dan memberikan perhatian yang memadai terhadap faktor individual merupakan kunci dari pengelolaan bisnis perusahaan secara lebih mendasar. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Pengantar Manajemen Organisasi Kontemporer Teori, Perspektif dan Aplikasi Penulis Aria Mulyapradana, Chichi Andriani, Dewa Gede Satriawan, Enggal Sriwardiningsih, Gede Agus Siswadi, Julisar, Karyaningsih, Khristian Edi Nugroho Soebandrija, Mohammad Ichsan, Muhammad Arif Surana, Muhammad Jamil, Ni Desak Made Santi Diwyarthi, Nopriadi Saputra, Nurul Aziza, Ramon Arthur Ferry Tumiwa, Refika, T. M. Haekal, Tutik, Vidyarini Dwita, Wenefrida Ardhian Ayu Hardiani, Yuli Agustina. Editor GCAINDO Tata letak GCAINDO Desain sampul GCAINDO Diterbitkan melalui Diandra Kreatif/Mirra Buana Media Imprint Grup Penerbitan CV. Diandra Primamitra Media Anggota IKAPI No. 062/DIY/08 Jl. Melati No. 171, Sambilegi Baru Kidul Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta Telepon 0274 2801996 , Fax 0274 485222 Email diandracreative Website Cetakan Pertama 2020 Yogyakarta, Diandra Kreatif 2020 xxi+385 halaman, 150 mm x 230 mm ISBN 978-623-6571-97-2 Hak cipta © 2020 pada penulis. Hak cipta dilindungi undang-undang. Gambar pada sampul depan dan belakang undrop79 Pixabay. Disclaimer Sebagai Editor, GCAINDO sebatas melakukan proof- reading, cek kesalahan tulis, format tulisan, dan layout setting untuk tujuan kerapian dan artistik buku. Isi tulisan sepenuhnya adalah tanggung jawab setiap Penulis Bab. GCAINDO dan Penerbit tidak bertanggung jawab atas isi tulisan setiap Penulis. 1212MANAJEMEN FAKTOR INDIVIDUDAN PERILAKU DALAM ORGANISASIDr. Nopriadi Saputra, ways to influence human behavior you can manipulate it or you can inspire it. — Simon Sinek PERILAKU DALAM ORGANISASI APA, MENGAPA, DAN BAGAIMANA Setidaknya ada lima alasan utama mengapa perilaku orang-orang yang berada dalam suatu organisasi bisnis itu penting untuk dipelajari dan dikelola dengan baik. Alasan pertama, karena perilaku adalah sumber terhulu bisnis dari suatu perusahaan. Berkembangtidaknya bisnis suatu organisasi sangat tergantung pada banyak-sedikitnya pelanggan atau pengguna. Banyak sedikit pengguna sangat tergantung pada berkualitas atau tidak produk atau jasa yang dihasilkan. Berkualitas atas tidak produk sangat tergantung pada konsisten atau tidak proses produksi. Konsisten atau tidak proses produksi sangat tergantung dari kualitas orang-orang yang melakukannya. Kualitas orang-orang sangat ditentukan oleh perilaku mereka dalam organisasi. Jadi perilaku merupakan sumber terhulu yang harus diperhatikan agar menghasilkan bisnis yang bertumbuh bagi organisasi. M a n a j e m e n F a k t o r I n d i v i d u d a n P e r i l a k u161 Alasan kedua, karena perilaku adalah basis tata kelola terhadap orang-orang dalam organisasi. Organisasi tidak bisa mengelola pikiran maupun perasaan seseorang terhadap pekerjaan dan pun terhadap perusahaan. Selama pikiran dan/atau perasaan tersebut tersembunyi di dalam diri mereka. Organisasi baru dapat mengelola atau mengaturnya, setelah pikiran dan/atau perasaan tersebut ditampilkan menjadi perilaku. Apakah itu lewat perbuatan maupun lewat perkataan. Perbuatan dan perkataanlah yang bisa dikelola agar sejalan dan mendukung organisasi dalam menjalankan bisnisnya untuk mencapai tujuan utama. Pemilik maupun pengelola bisnis mengelola bisnis lewat mengenali, mengelompokkan, mengembangkan, mengarahkan, memelihara, dan menghilangkan perilaku dari orang-orang yang berada di dalam organsiasi. Alasan ketiga, karena perilaku adalah ukuran efektivitas peran. Efektivitas organsiasi terbangun atas efektivitas dari seluruh unit atau bagian atau departemen atau divisi yang ada di dalamnya. Bila seluruh divisi atau unit atau bagian atau departemen tersebut efektif berperan maka efektiflah organisasi tersebut mencapai tujuannya. Efektivitas divisi atau unit atau bagian atau departemen sangat tergantung dari efektivitas semua kelompok yang ada di dalamnnya. Bila semua kelompok yang ada tersebut efektif berperan, maka efektiflah divisi atau unit atau bagian atau departemen tersebut mencapai tujuannya. Dan akhirnya, efektivitas kelompok, sangat tergantung pada berperan atau tidaknya orang-orang yang ada di dalam kelompok tersebut. Semakin semua orang berperan, berkontribusi secara selaras, maka akan semakin efektif kelompok tersebut mencapai tujuan atau sasarannya. Peran atau tidaknya individu dalam suatu kelompok diukur dari seberapa banyak perilaku produktif yang ditampilkan untuk mendukung pencapaian tujuan kelompok. Atau perilaku kontra-produktif apa saja yang dihilangkan dari menghalangi kelompok dalam mencapai tujuan. Karena itu perilaku merupakan ukuran dari efektivitas peran yang akan menentukan efektivitas kelompok, unit atau divisi atau departemen, dan organsiasi secara keseluruhan. 162 P e n g a n t a r M a n a j e m e n O r g a n i s a s i K o n t e m p o r e r Alasan keempat, karena perilaku adalah indikator budaya perusahaan. Budaya perusahaan dikembangkan untuk bukan hanya memudahkan atau mendukung organisasi untuk mencapai sasaran dalam jangka pendek, tetapi juga menjamin keberlanjutan bisnis organisasi dalam jangka panjang. Menurut buku Organizational Culture and Leadership Schein, 2010, budaya perusahaan dapat dilihat dari empat perspektif, yaitu ketersebarluasan breadth, kedalaman depth, kestabilan struktural structural stability, dan keterpaduan secara sistem integrated. Ketersebarluasan berarti perilaku-perilaku yang relevan dengan tujuan organisasi dan berdampak terhadap keberlangsungan bisnis telah diterapkan seluruh orang dalam organisasi. Mulai dari manajemen puncak sampai dengan petugas operasional yang paling terdepan. Mulai dari kantor pusat sampai dengan cabang terpelosok sekali pun. Sementara kedalaman berarti perilaku-perilaku yang relevan dengn tujuan organisasi dan keberlangsungan bisnis tersebut tumbuh berkembang tidak hanya pada level perilaku semata, tapi lebih dalam lagi sudah menjadi kebiasaan bahkan karakter dari orang-orang dalam organisasi. Karena itu perilaku merupakan indikator dari perkembangan budaya dalam organisasi. Gambar Perilaku dalam organisasi M a n a j e m e n F a k t o r I n d i v i d u d a n P e r i l a k u163 Mengingat betapa pentingnya perilaku berperan dalam pengelolaan bisnis suatu organisasi, maka penting bagi kita untuk menyamakan persepsi terlebih dahulu mengenai definisi atau batasan dari perilaku. Apakah perilaku itu sebenarnya? Berdasarkan defnisi berbagai referensi, perilaku itu secara sederhana dapat dijelaskan dalam tiga hal, yaitu Pertama, perilaku itu dapat diamati atau observable. Perilaku adalah dinamika yang terjadi pada seseorang yang dapat diamati secara inderawi. Tidak membutuhkan peralatan atau teknologi tertentu untuk untuk mengetahui perilaku seseorang dalam organisasi. Jika sesuatu tidak dapat diamati secara indrawi—menggunakan panca indera, maka sesuatu itu bukanlah perilaku. Pikiran, perasaan, sikap, emosi, persepsi, atau pun asumsi bukanlah perilaku. Karena hal-hal tersebut terdapat dan terjadi di dalam diri seseorang. Selama pikiran, perasaan, sikap, emosi, persepsi, atau pun asumsi tidak ungkapkan atau dikomunikasikan oleh orang tersebut kepada orang lain, maka selama itu pula hal-hal tersebut bukanlah perilaku. Kedua, perilaku dapat berupa perkataan dan/atau perbuatan . Perilaku adalah sesuatu yang dapat ditemukenali atau diamati dengan menggunakan panca indera. Apakah itu berupa bunyi maupun visual yang diwahanakan dalam perkataan dan perbuatan seseorang. Perkataan atau pun perbuatan yang ditampilkan seseorang dapat merupakan inisiatif yang timbul atas pikiran atau perasaan orang tersebut maupun juga merupakan respon dari seseorang terhadap stimulus yang dimunculkan oleh orang lain atau oleh lingkungannya. Tidak berkata-kata atau tidak berbuat apa pun ketika seseorang merespon sesuatu, maka hal tersebut juga merupakan perilaku. Ketiga, perilaku dipengaruhi oleh faktor eksternal maupun faktor internal. Perilaku mempunyai anteseden atau faktor-faktor yang berpengaruh yang berupa faktor-faktor eksternal—pengaruh dari lingkungan sekitar, baik itu lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Selain itu perilaku juga dipengaruhi oleh faktor-faktor internal—yang berupa hal-hal yang tak-teramati, yang ada dalam diri orang tersebut— seperti persepsi, sikap, motivasi, emosi, dan juga nilai-nilai yang diyakini oleh orang tersebut. Ambil contoh perilaku disiplin. Apakah orang 164 P e n g a n t a r M a n a j e m e n O r g a n i s a s i K o n t e m p o r e r Singapura ataukah orang di Singapura yang berperilaku disiplin? Sebagian besar menjawab bahwa orang-orang di Singapura-lah yang berperilaku disiplin bukan orang Singapura. Orang Indonesia atau dari negara lain pun ketika berada di Singapura juga berperilaku disiplin. Artinya perilaku disiplin itu dipengaruhi oleh faktor eksternal atau faktor lingkungan karena berada di Singapura. Mayoritas orang-orang berperilaku dipengaruhi oleh faktor eksternal. Namun ada juga orang- orang berperilaku disiplin di mana pun mereka berada. Baik di Singapura maupun di tempat lain pun di muka bumi ini. Orang-orang tersebut berperilaku disiplin dipengaruhi oleh faktor internal yang ada di dalam dirinya, bukan oleh faktor eksternal yang berada di luar dirinya. Lalu pertanyaan selanjutnya, bagaimana perilaku itu tersebut dikelola agar mendukung organisasi dalam mencapai tujuannya? Secara umum terdapat dua pendekatan, yaitu modifikasi eksternal dan/atau pengembangan internal. Seperti pada bagian terdahulu sudah dikemukakan bahwa sebagian besar orang-orang berperilaku dipengaruhi oleh lingkungan atau faktor eksternal, maka karenanya mempengaruhi atau mengelola perilaku orang-orang dalam organisasi dengan cara modifikasi faktor eksternal, baik itu yang terjadi sebelum perilaku ditampilkan antecedent maupun yang terjadi sesudah perilaku itu ditampilkan consequence. Leslie Wilk Braksick dalam bukunya Unlock Behavior Unleash Profits Braksick, 2000 menjelaskan bahwa beberapa hal berikut ini Pertama, sebuah perilaku itu terjadi karena adanya serangkaian kondisi yang memungkinkan perilaku itu ditampilkan. Serangkaian kondisi tersebut dikenal dengan istilah antecedence. Kondisi merupakan keadaan yang terjadi sebelum terjadinya perilaku. Antecedent memiliki pengaruh jangka pendek, tidak begitu kuat pengaruhnya terhadap perilaku dibandingkan dengan konsekuensi. Antecedent sering kali digunakan secara berlebihan dalam mempengaruhi perilaku. Ketika seseorang dosen berdiri di hadapan mahasiswa dalam kelas, maka sangat mustahil bagi sang dosen untuk menampilkan perilaku mandi. Karena untuk berperilaku mandi dibutuhkan antecedence—seperti kamar mandi yang terjamin cukup privasi, alat mandi, pakaian ganti untuk salin, air bersih yang memadai, dan adanya kondisi panas-kotor pada sekujur tubuh yangM a n a j e m e n F a k t o r I n d i v i d u d a n P e r i l a k u165 membuat tidak nyaman. Tanpa adanya serangkaian antecedence tersebut di atas, maka perilaku mandi sulit ditampilkan di hadapan mahasiswa dalam suatu kelas. Kedua, setelah suatu perilaku tersebut ditampilkan, maka beberapa waktu kemudian akan terjadi serangkaian konsekuensi. Konsekuensi adalah kejadian yang timbul setelah perilaku. Konsekuensi tersebut dapat bersifat menyenangkan positive atau menyusahkan negative, bersifat segera immediate atau kemudian future, dan bersifat pasti certain atau tidak pasti uncertain. Konsekuensi dapat meningkatkan, mempertahankan, atau pun menurunkan perilaku. Konsekuensi memiliki pengaruh yang lebih kuat daripada antecedent dalam mempengaruhi perilaku. Konsekuensi dapat berupa tangibel, umpan balik, aktivitas, ataupun proses. Perusahaan-perusahaan Jepang mengembangkan sistem poke-yoke anti-salah yang menghasilkan konsekuensi negatif terhadap perilaku kesalahan, sehingga siapa pun orang yang mengerjakan proses dalam sistem manufaktur dapat terhindar dari perilaku salah yang tidak perlu. Jika dengan berperilaku mandi kemudian muncul konsekuensi kesegaran, kesenangan, dan kebahagiaan. Maka di lain waktu, jika mendapati antecedent serupa sang dosen akan perilaku mandi kembali. Tetapi jika dengan berperilaku mandi tersebut menimbulkan konsekuensi keperihan, kesusahan, dan memalukan; maka di lain waktu jika mendapati antecedent serupa sanf dosen menghindari perilaku mandi. Dengan demikian memodifikasi faktor eksternal merupakan upaya untuk mempengaruhi perilaku orang-orang dalam organisasi dengan mengendalikan antecedent maupun consequence dari perilaku tersebut, sehingga perilaku yang positif, relevan, produk dan mendukung tercapainnya tujuan organisasilah yang tumbuh berkembang sementara perilaku yang negatif, tidak relevan, kontra-produktif dan menghambat tercapainya tujuan orgnisasi dapat diminimalisasi atau dihilangkan dari organisasi. Ambil contoh misalnya, “Bagaimana menghilangkan perilaku korupsi di suatu organisasi?”. Ya jika kita menggunakan pendekatan modifikasi faktor eksternal maka kita dapat memodifikasi antecedent dan konsekuensi dari perilaku korupsi. Antecedent apa saja yang terjadi di 166 P e n g a n t a r M a n a j e m e n O r g a n i s a s i K o n t e m p o r e r organisasi tersebut sehingga orang-orang menampilkan perilaku korupsi? Kondisi tidak terpantaunya semua transaksi yang terjadi oleh sistem yang ada, kondisi adanya otoritas atau kewenangan yang luas untuk menggunakan uang, serta kondisi mudahnya mekanisme pengeluaran uang dari organisasi merupakan beberapa antecedent yang perlu dimodifikasi atau dihilangkan. Jika kondisi tersebut berhasil dihilangkan maka perilaku korupsi jadi mustahil untuk ditampilkan. Dan yang lebih penting lagi adalah bagaimana memodifikasi konsekuensi. Karena konsekuensi jauh lebih efektif daripada kondisi dalam mempengaruhi perilaku. Konsekuensi selama ini bersifat positif terhadap perilaku korupsi seperti menjadi kaya dengan cara mudah. Pelaku tidak mendapatkan sangsi tetapi justru mendapatkan promosi karena dianggap bisa bekerja sama dengan baik oleh atasan. Hal tersebutlah yang menjadikan perilaku korupsi marak dan terus diulangi. Untuk menghilangkan korupsi makan perlu adanya inisiatif untuk memunculkan konsekuensi yang bersifat negative, immediate, dan certain bagi siapa pun yang menampilkan perilaku korupsi. Bahkan konsekuensi itu bukan hanya bisa mengenai diri si pelaku korupsi tapi juga kepada istri, anak, bahkan keluarga besar si pelaku. Sehingga kalau kita bisa memodifikasi antecedent dan consequence seperti itu maka orang-orang yang bekerja pada organisasi pun akan menjadi mustahil untuk menampilkan perilaku korupsi. Sementara itu, pendekatan lain dari pengelolaan perilaku dengan cara mengembangkan faktor-faktor internal. Pengembangan faktor internal merupakan proses pembentukan dan pengembangan pola perilaku sehinga menjadi karakter yang diinginkan pada setiap orang dalam organisasi. Ada dua jalan yang dapat ditempuh, yaitu membeli buying ataukah membuat making. Cara membeli adalah organisasi selektif dalam merekrut orang-orang untuk bergabung. Hanya orang-orang yang sudah memiliki karakter yang diinginkanlah yang diajak bergabung ke dalam organisasi. Sedangkan cara membuat adalah organisasi melakukan pembinaan terus menerus kepada orang-orang yang sudah bergabung dalam organisasi ada sehingga terbentuk dan terkembangkan karakter yang diinginkan. M a n a j e m e n F a k t o r I n d i v i d u d a n P e r i l a k u167 Cara membuat ini dilakukan dengan menerapkan prinsip tabur tuai seperti yang dikemukakan oleh Stephen R. Covey dalam buku The Seven Habits of Highly Effective People Covey, 2020 “Apa yang ditabur dalam pikiran, maka itulah yang akan dituai dalam perasaan. Apa yang tanam dalam perasaan, maka itulah yang akan dituai dalam perbuatan. Apa yang ditabur dalam perbuatan, maka itulah yang akan akan dituai dalam kebiasaaan. Apa yang ditabur dalam kebiasaan, maka itulah yang akan dituai dalam karakter. Dan apa yang ditabur dalam karakter, maka itulah yang akan dituai dalam arah hidup atau nasib.” Pikiran yang terus menerus diaktifkan akan menghasilkan perasaan. Perasaan yang terus menerus diaktifkan akan menghasilkan perbuatan. Perbuatan yang terus menerus dilakukan akan menghasilkan kebiasaan. Perbuatan yang sudah menjadi kebiasaan akan menyebabkan orang yang melakukannya merasa nyaman dan jika tidak melakukannya merasa tidak-nyaman. Sehingga cenderung untuk terus melakukannya. Kemudian kebiasaan yang terus diaktifkan sehingga tidak bisa lagi ditinggalkan, maka itu akan menjadi karakter. Ambil contoh, misalnya “Bagaimana menghilangkan perilaku korupsi dari orang-orang yang bekerja di suatu organisasi?” Ya, kalau dengan pendekatan pengembangan faktor internal adalah dengan cara menyeleksi dan merekrut orang-orang yang memang sudah berkarakter jujur atau berintegritas tinggi saja untuk bergabung di organisasi pemerintahan. Atau secara terus menerus membina semua orang yang bekerja di organisasi untuk memiliki karakter jujur atau berintegritas tinggi. Sebuah program yang tidak boleh kenal lelah, terus menerus mengaktifkan pikiran dan perasaan orang-orang bahwa berperilaku jujur itu mulia, bermanfaat, dan penting. Perilaku korupsi itu hina, merugikan, dan berbahaya. Kemudian terus-menerus memdorong orang-orang untuk menjalankan kejujuran dan menghindari korupsi sehingga menjadi kebiasaan dan akhirnya menjadi karakter. Sampai pada kondisi kalo mereka tidak berperilaku jujur terjadi “guncangan psiklogis” dan ketidaknyamanan yang kuat dalam diri mereka. 168 P e n g a n t a r M a n a j e m e n O r g a n i s a s i K o n t e m p o r e r FAKTOR INDIVIDU YANG MEMBENTUK PERILAKU DI ORGANISASI Pada umumnya berbagai referensi atau literatur yang membahas mengenai perilaku orang-orang dalam organisasi atau organizational behavior, membagi pembahasan mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku dalam tiga kelompok besar, yaitu satu kelompok yang berkaitan dengan faktor internal dan dua kelompok yang berkaitan dengan faktor eksternal. Faktor internal berupa faktor individual atau faktor personal yang berada di dalam diri orang-orang yang berperilaku tersebut. Faktor eksternal berupa faktor eksternal terdekat, yaitu faktor kelompok dan faktor eksternal yang lebih luas, yaitu faktor organisasional. Gambar menjelaskan ketiga faktor tersebut secara ilustratif diambil dari buku Fundamentals of Organizational Behavior DuBrin, 2019. Gambar Faktor individual, kelompok dan organisasional DuBrin, 2019 M a n a j e m e n F a k t o r I n d i v i d u d a n P e r i l a k u169 Faktor individual merupakan faktor esensial. Keberadaan ataupun ketidak apa faktor ini bersifat mutlak. Sementara faktor kelompok dan faktor organisasional bersifat pengungkit, pendongkrak atau memperkuat. Keberadaan atau pun ketidakadanya akan memperkuat atau memperlemah faktor individual. Ambil perumpamaan, seorang individu yang hebat ditempatkan pada dalam tim kerja yang buruk dan dalam organisasi yang buruk pula. Maka berapa kekuatan individu tersebut untuk membawa perubahan perilaku yang baik? Ya tentulah tidak banyak. Paling banyak ya 1%. Tetapi kemudian individu yang hebat itu didukung oleh tim kerja yang solid. Atasan, rekan kerja, dan bawahann yang mendukung; maka kemampuan orang tersebut memberi pengaruh positif meningkat menjadi 10%. Kehebatan dirinya yang 1% diperkuat oleh faktor kelompok yang mendongkrak 10x lebih baik. Di tambah lagi, bila orang hebat dan didukung oleh tim kerja yang hebat itu mendapat dukungan dari faktor organisasi, maka kemampuannya berkembang menjadi 100%. Individu yang hebat 1% diperkuat oleh tim kerja yang mendukung x10 dan didukung oleh organisasi yang mendukung x10; maka kemampuan orang hebat tersebut berkembang menjadi 100% untuk membawa kepada perubahan yang positif terhadap organisasi. Namun bila sebaliknya, faktor individual itu sendiri tidak ada. Orang tersebut bukanlah orang yang berperilaku positif, produktif, dan relevan dengan tujuan organisasi, maka kemampuan orang tersebut membawa perubahan perilaku ke arah yang lebih baik adalah 0%. Walaupun disokong orang tim yang mendukung x10 dan juga organisasi yang mendukung x10, maka kemampuan untuk membawa kepada perubahan yang positif adalah tetap 0%. Karena itu faktor individual merupakan faktor esensial yang menentukan terjadinya perubahan perilaku ataukah tidak di dalam organisasi. Dengan demikian, memahami dan memberikan perhatian yang memadai terhadap faktor individual merupakan kunci dari pengelolaan bisnis perusahaan secara lebih mendasar. Lalu apa saja yang termasuk atau termaktub sebagai faktor individual? Beberapa buku teks mengenai organizational behavior seperti Fundamentals of Organizational Behavior DuBrin, 2019, Essentials of Organizational Behavior Scandura, 2019 atau Organizational Behavior Robbins dan Judge, 2017, pada umumnya membahas mengenai enam 170 P e n g a n t a r M a n a j e m e n O r g a n i s a s i K o n t e m p o r e r tema utama terkait dengan faktor individual, yaitu persepsi perception, sikap mental attitude, emosi emotion, sistem nilai values, pengambilan keputusan decision making, dan motivasi motivation. Keenam tema tersebut tidaklah semuanya mutually exclussive, namun juga terdapat tumpang-tindih juga ranah bahasannya satu dengan yang lain. Mari kita ulas satu per satu secara umum dari keenam tema tersebut Perception merupakan proses di mana sesorang mengorganisasikan informasi yang mereka dapatkan dari panca indera sensory information—apa yang dia liat dan apa yang dia dengar, kemudian menginterpretasikan dan memberi makna atas informasi tersebut sehingga menjadi pemahamannya mengenai realita Scandura, 2019. Persepsi memainkan peranan yang sangat luas dalam bagaimana seseorang memandang pekerjaan, rekan kerja, atasan dan keseluruhan organisasi di mana dia berkarya. Seringkali terjadi bias persepsi atau kesenjangan antara apa yang individu persepsikan dengan apa yang realita sebenarnya terjadi. Karena itu setiap individu dalam organisasi, memiliki dorongan dan kebutuhan untuk senantiasa melakukan check and balance antara realita yang terjadi di alam nyata dengan yang tertanam pada alam pikiran. Gambar Basic OB model Robbins dan Judge, 2017 M a n a j e m e n F a k t o r I n d i v i d u d a n P e r i l a k u171 Attitude merupakan suatu kecenderungan psikologis psychological tendency terhadap sesuatu hal—apakah itu orang, benda, ataukah kondisi tertentu; yang merupakan ekspresi dari proses evaluasi dengan derajat kesukaan atau pun ketidaksukaan tertentu Scandura, 2019. Sikap ini memiliki tiga komponen utama, yaitu aspek kognitif apa yang diketahui, aspek afektif apa yang dirasakan dan aspek perilaku apa yang ingin dilakukan. Sikap berpengaruh pada respon seseorang terhadap orang lain, benda, ide, maupun situasi. Sikap ini merupakan bagian penting dari organizational behavior karena terkait langsung dengan perception, learning, emotions, dan motivation DuBrin, 2019. Emotion merupakan suatu perasaan tertentu yang dialami oleh individu dalam kurun waktu tertentu yang menyertai suatu perilaku tertentu DuBrin, 2019. Emosi dapat mengarahkan seseorang untuk terus menerus penasaran menyelesaikan suatu permasalahan yang menyebabkan dia berteriak “Yes! Berhasil!” ketika masalah tersebut berhasi diatasi. Emosi yang negatif yang intensif juga dapat memicu seorang pegawai menikam pegawai lain dengan sebilah pisau. Emosi merupakan bagian dari afeksi yang mencakupi beragam jenis perasaan atau pun suasana hati mood. Hanya saja emosi merupakan perasaan yang intensif terhadap seseorang atau sesuatu tertentu, sedangkan suasana hati mood seringkali muncul tanpa kejadian spesifik yang menjadi pemicu Robbins dan Judge, 2017. Values merupakan ide-ide individual yang merepresentasikan mengenai kesimpulan pribadi mengenai baik atau buruk seseorang, sesuatu, sebuah ide, ataupun suatu kondisi. Nilai-nilai mengandung judgmental element terhadap suatu yang diketahui seseorang baik yang pernah dialaminya maupun tidak Robbins dan Judge, 2017. Nilai-nilai juga menjelaskan mengenai seberapa penting sesuatu itu menurut orang tersebut yang menjadi panduan bagi orang tersebut dalam membuat keputusan ataupun bertindak DuBrin, 2019. 172 P e n g a n t a r M a n a j e m e n O r g a n i s a s i K o n t e m p o r e r Individual decision making merupakan proses atau pola seseorang dalam membuat pilihan atas beberapa alternatif yang tersedia dalam bertindak untuk menyelesaikan suatu masalah DuBrin, 2019. Secara umum kemampuan individu dalam membuat keputusan ada tiga tingkatan, yaitu 1 tidak membuat keputusan indecisive, yaitu ragu-ragu atau takut untuk membuat keputusan dan membiarkan orang lain untuk membuatkan keputusan untuknya, 2 membuat keputusan salah bad decision. Sudah berani membuat keputusan, namun keputusan yang diambil tidak menghantarkan individu tersebut kepada keadaan atau kondisi yang diinginkan, dan 3 membuat keputusan tepat right decision—keputusan yang dipilih membawa hasil yang banyak atau optimal sesuai dengan yang diharapkan. Sama halnya dengan persepsi, membuat keputusan pun memiliki banyak bias. Terjadi perbedaan yang mendasar antara apa yang ada di alam pikiran sebelum membuat keputusan dengan apa yang sebenarnya terjadi pada realita yang ada. Dalam membuat keputusan, seseorang dapat menggunakan pendekatan rational, bounded rational atau pun intuition decision making Robbins dan Judge, 2019. Motivation merupakan alasan mengapa seseoran melakukan sesuatu motive for action yang terbangun melalui proses yang mengatur arah, intensitas, dan persistensi individu untuk mencapai tujuan tertentu Robbins dan Judge, 2017. Arah dari motivasi adalah mengejar sesuatu yang disukai atau diinginkan go forward ataupun menghindari sesuatu yang tidak ditakuti away from. Intesitas motivasi adalah berintensitas tinggi atau kuat, ada pun yang berintensitas rendah atau lemah, Sedangkan persistensi dari motivasi berupa menyelesaikan sampai tuntas ataukah berhenti di tengah jalan. Jadi seseorang yang memiliki motivasi kerja yang tinggi adalah bila dia mendapatkan tugas atau perintah, maka orang tersebut akan mengerjakan tugas tersebut karena ingin mendapatkan yang disukainya go forward, melakukannya dengan intensitas tinggi, dan menyelesaikannya sampai tuntas. Pada konteks organisasi, maka motivasi merupakan proses untuk menyelaraskan tujuan individu dengan tujuan organiasi DuBrin, 2019. Semakin seseorang melihat bahwa tujuan individunya akan semakin besar terwujud bila tujuan organisasi tercapai, maka individu tersebut akan termotivasi. Bila M a n a j e m e n F a k t o r I n d i v i d u d a n P e r i l a k u173 terpersepsi sebaiknya, bahwa tujuan individu mustahil untuk dicapai melalui tercapainya tujuan organisasi, maka individu itu akan mengalami demotivasi atau bahkan hilang motivasi bekerjanya di organisasi. PERBEDAAN INDIVIDU SEBAGAI PREDIKTOR DARI FAKTOR INDIVIDUAL Mengingat pentingnya untuk memahami faktor individual, di satu sisi. Namun di sisi lain, faktor indiviudal tersebut tidak mudah untuk ditemukenali dan juga sangat beragam. Setiap orang memiliki kekhasannya tersendiri dalam hal persepsi, sikap mental, emosi, nilai-nilai, pengambilan keputusan, maupun motivasi. Karena itu dibutuhkan prediktor untuk mengenali dan memahami faktor internal dari orang-orang di dalam organisasi. Prediktor tersebut berupa perbedaan individual atau individual difference. Berdasarkan karakteristik tertentu yang ada pada diri seseorang, maka kita berupaya untuk memprediksi atau menebak seperti apakah kira-kira pola orang tersebut dalam persepsi, sikap, emosi, nilai- nilai, pengambilan keputusan, dan motivasi. Secara holistik, perbedaan individual dapat dilihat dalam dua hal, yaitu Level Muka dan Level Dalam. Perbedaan individual pada Level Muka adalah “bungkus” dari orang-orang yang berada dalam organisasi. Hal ini dapat dengan mudah diketahui melalui observasi sederhana ataupun komunikasi ringan dengan orang tersebut. Sedangkan perbedaan individual pada Level Dalam adalah “isi” dari orang-orang yang berada dalam organisasi. Untuk mengetahuinya diperlukan pengamatan yang lebih intensif dan komunikasi yang ekstensif. Bahkan membutuh alat uji atau tes untuk dapat mengetahui perbedaan Level Dalam tersebut secara lebih akurat. Karena perbedaan Level Dalam ini sering kali tidak disadari atau tidak dimengerti bahkan oleh individu yang bersangkutan seperti apakah “isi” mereka yang setepatnya. 174 P e n g a n t a r M a n a j e m e n O r g a n i s a s i K o n t e m p o r e r Gambar Perbedaan individual pada Level Muka dan Dalam Perbedaan individual pada Level Muka berkenaan dengan hal- hal yang dapat dilihat dan diketahui secara langsung yang mencakupi aspek biologis maupun demografis. Ketika seseorang masuk ke dalam suatu organisasi, Level Muka ini dapat diketahui lewat tes administrasi pada tahap awal rekrutmen. Sebenarnya banyak aspek yang terdapat pada keragaman Level Muka ini, tetapi namun kali ini hanya membahas lima aspek saja, yaitu perbedaan umur age, perbedaan jenis kelamin gender, perbedaan lama kerja tenure, perbedaan agama-etnis religion and ethnicity dan perbedaan lainnya. Perbedaan umur pada orang-orang yang bekerja dalam organisasi dapat penyebab keragaman perilaku. Perbedaan umur dapat dilihat dari dua konteks. Konteks pertama, perbedaan umur mengakibat perbedaan dalam fase di mana mereka saat ini berada dalam siklus hidup keluarga family life cycle. Konteks kedua, perbedaan umur mengakibatkan perbedaan generasi dari mana mereka ditumbuhkan generational cohort. M a n a j e m e n F a k t o r I n d i v i d u d a n P e r i l a k u175 Perbedaan Level Muka selanjutnya adalah perbedaan jenis kelamin. Karena dibentuk oleh kromosom yang berbeda, yaitu kromosom X membentuk seorang wanita dan kromosom Y membentuk seorang pria. Perbedaan kromosom pembentuk tersebut mengakibatkan terjadinya perbedaan hormonal, perberdaan karakteristik otak, dan perbedaan aspek biologis lainnya antara pria dan wanita. Perbedaan-perbedaan tersebutlah yang pada muaranya mengakibatkan perbedaan pola perilaku antara pria dan wanita belakangan berkembang fenomena baru, di mana perbedaan berkaitan dengan gender tidak hanya sebatas di jenis kelamin saja. Tapi juga bisa dikupas hingga perbedaan di level orientasi sexual orientation ataupun identitas sexual identity. Perbedaan lama bekerja atau tenure atau year of service dari seseorang dalam organisasi akan membawa perbedaan kemampuan, sikap mereka terhadap perusahaan, dan daya adaptasi mereka terhadap perubahan yang diusulkan organisasi. Berkaitan dengan lama kerja, orang-orang dalam organisasi dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu kelompok pengalaman kerja pertama, terlama, dan antara. Kelompok pengalaman kerja pertama adalah orang-orang yang belum pernah bekerja di mana pun, dan perusahaan saat ini adalah perusahaan pertama dalam riwayat karir mereka. Kelompok pengalaman terlama adalah orang- orang yang pernah bekerja di beberapa perusahaan sebelumnya dan perusahaan saat ini adalah organisasi terlama dalam riwayat karir mereka. Sedangkan kelompok pengalaman kerja antara adalah orang-orang yang pernah bekerja di beberapa perusahaan sebelumnya dan perusahaan sekarang bukan merupakan masa kerja terlama dalam riwayat karir mereka Perbedaan pada Level Muka yang juga berpengaruh terhadap perilaku adalah perbedaan agama atau etnis. Perbedaan agama atau etnis ini dapat juga dikategorikan sebagai perbedaan Level Dalam. Hal ini sangat tergantung pada kedalaman penghayatan dan pengamalan nilai- nilai agama atau etnis yang dijalani seseorang dalam kehidupannya sehari-hari. Semakin dalam penghayatan dan pengalaman seseorang, semakin kuat agama atau etnis membentuk pola perilaku, pola pikir, dan pola rasa orang tersebut. 176 P e n g a n t a r M a n a j e m e n O r g a n i s a s i K o n t e m p o r e r Selain perbedaan umur, jenis kelamin, dan lama kerja masih banyak lagi perbedaan lain di Level Muka yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan dan memprediksi perilaku orang-orang dalam organiasi. Beberapa diantaranya adalah golongan darah blood type, urutan lahir birth order, karakteristik tulisan tangan hand writing, atau juga pola garis tangan palmistry. Dengan berkembangnya budaya digital yang mengakibatkan orang-orang semakin jarang menulis secara manual, sehingga perbedaan karakteristik tulis tangan kurang begitu relevan lagi untuk dibahas lebih lanjut. Sedangkan untuk pola garis tangan, terdapat banyak aspek yang perlu diperhatikan agar dapat membedakan pola garis tangan seseorang. Tidak memadai untuk dibahas secara sederhana pada kesempatan ini. Perbedaan individual pada Level Dalam. Selain dipengaruhi perbedaan di Level Muka, keragaman organiasi juga dibangun oleh perbedaan di Level Dalam, yaitu level yang lebih tersamarkan. di mana untuk mengetahuinya secara lebih baik, kita perlu melakukan observasi dan komunikasi yang intensif bahkan menggunakan bantu tes. Perbedaan Level Dalam berkenaan dengan kapasitas, preferensi, atau aspek psikologis individu untuk melakukan pekerjaan atau menjalan peran tertentu dalam organisasi. Ketika sesoerang masuk ke dalam suatu organisasi, keragaman Level Dalam ini dapat diketahui lewat tes lanjutan seperti tes kesehatan, tes psikologi, wawancara, maupun masa percobaan probation period pada proses rekrutmen. Buku ini membahas perbedaan Level Dalam berdasarkan konsep whole-person paradigm seperti yang dikemukakan oleh Stephen R. Covey dalam buku The 8th Habit from Effectiveness to Greatness. Covey 2013 mengemukakan bahwa seseorang itu setidaknya memiliki empat dimensi yang digunakan dalam bekerja, yaitu dimensi fisik, dimensi intelektual, dimensi emosional, dan dimensi spiritual. Efektivitas atau prestasi yang dihasilkan oleh individu dalam bekerja seringkali tidak ditentukan oleh Level Muka. Tetapi lebih ditentukan oleh Level Dalam, yaitu seberapa tinggi derajat person-job fitness dari orang tersebut terhadap pekerjaan atau peran yang dipercayakan kepada mereka. Setiap pekerjaan menuntut kapasitas tertentu dari masing-masing dimensi fisik, intelektual, emosional, maupun spiritual. Ketidaksesuaian keempat dimensi itu dengan tuntutan pekerjaan M a n a j e m e n F a k t o r I n d i v i d u d a n P e r i l a k u177 atau peran mengakibatkan orang tersebut tidak dapat efektif atau berprestasi rendah dalam organisasi. Perbedaan daya tahan fisik. Robbins dan Judge 2017 dalam buku mereka, Buku Organizational Behavior, menjelaskan bahwa daya tahan fisik seseorang dapat dilihat dari tiga aspek utama, yaitu aspek kekuatan, faktor fleksibilitas, dan aspek lainnya. Dan ketiga aspek tersebut diuraikan lagi dalam sembilan faktor, yaitu kekuatan dinamis, kekuatan rangka, kekuatan statis, kekuatan eksplosif, fleksbilitas ekstensif, fleksibilitas dinamis, koordinasi tubuh, keseimbangan, dan stamina. Dari sembilan faktor daya tahan fisik tersebut, stamina merupakan faktor yang paling dibutuhkan oleh orang-orang untuk melakukan pekerjaan. Persaingan dan kompleksitas pekerjaan yang semakin meningkat mengakibatkan organisasi membutuhkan orang-orang yang kuat bekerja kerja dalam kurun waktu yang lama. Hal yang mempengaruhi faktor stamina bukan hanya kesehatan tetapi juga kebugaran. Kebugaran adalah kemampuan tubuh untuk tetap penuh konsentrasi dan bertenaga dalam menjalankan pekerjaan yang banyak dalam kurun waktu yang relatif lama tanpa menimbulkan penyakit. Perbedaan kapasitas intelektual. Kapasitas intelektual adalah kemampuan individu untuk menggunakan kekuatan berpikir rasional yang meliputi lima kemampuan utama, yaitu kemampuan verbal, kuantitatif, logika, visualisasi ruang, dan daya ingat. Pekerjaan-pekerjan administratif maupun manajerial yang berurusan dengan masalah-masalah insidental dan tidak-terstruktur serta membutuhkan pengambilan keputusan yang tepat dan cepat; sangat mempersyaratkan kapasitas intelektual bagi orang-orang yang mengerjakannya Ketidak-memadainya kapasitas intelektual seseorang untuk melakukan pekerjaan-pekerjan tersebut mengakibatkan terjadinya kesalahan ataupun keterlambatan yang menimbulkan konsekuensi kerugian atau kehilangan besar bagi organisasi. Perbedaan preferensi emosional. Perbedaan Level Dalam yang juga berpengaruh terhadap keragaman perilaku orang-orang dalam organisasi adalah Preferensi Emosional atau juga disebut dengan isitilah 178 P e n g a n t a r M a n a j e m e n O r g a n i s a s i K o n t e m p o r e r personalitas atau tipologi. Menurut Weiss 2001 dalam bukunya, Organizational Behavior and Change, “Personalitas adalah serangkaian karakteristik yang menetap pada seseorang yang dipengaruhi oleh faktor genetik hereditas, budaya, sosial, maupun lingkungan. Personalitas juga mempengaruhi pola seseorang dalam bertindak atau berinteraksi.” Berdasarkan definisi ini, kita memahami bahwa personality is a stable set of behavior. Personalitas adalah sekumpulan perilaku yang menetap dalam diri seseorang. Personalitas adalah kecenderungan seseorang dalam berperilaku yang cenderung atau lebih suka atau lebih nyaman untuk menampilkan satu perilaku tertentu. Jika terjadi 10 kali situasi yang sama dihadapi seseorang, maka lebih dari enam kali orang tersebut merespon dengan perilaku yang sama. Demikianlah personalitas, sebuah pendekatan yang menarik untuk memahami perilaku seseorang berdasarkan kecenderungan atau preferensi emosional orang tersebut. Satu hal yang perlu diingat dan diwaspada adalah personalitas berpotensi menimbulkan halo effect, yaitu kesalahan persepsi dalam menilai orang lain. Karena hanya dengan menggunakan satu atau beberapa kecenderungan saja, kita membuat kesimpulan mengenali orang lain secara keseluruhan. Padahal manusia itu sangat beragam dan sangat unik. Bisa jadi pendekatan personalitas tidak bisa memprediksi 100 persen benar mengenai orang tersebut. Karena itu perlu kebijaksaaan dan kehati- hatian dalam menggunakan pendekatan personalitas untuk kepentingan mengevaluasi orang lain. Perbedaan kesadaran spiritualitas. Gallup Organization melakukan survei kepada ribuan orang dengan mengajukan pertanyaan “Apakah anda pernah disadarkan atau dipengaruhi oleh sebuah kehadiran atau kekuatan—apakah anda sebut sebagai Tuhan atau bukan—yang berbeda dengan pengalaman atau perasaan anda sehari-hari?” Dari survei tersebut didapatkan fakta menarik. Pada tahun 1973 ada 27% responden yang menjawab “Ya”. Pada tahun 1984 terdapat 42% responden lalu pada tahun 1990 ada 54% responden. Hal ini mengindikasikan bahwa kesadaran dan kebutuhan akan spiritualitas semakin berkembang dan akan terus meningkat. Tantangan dan permasalah dalam pekerjaan dan kehidupan sering membuat manusia M a n a j e m e n F a k t o r I n d i v i d u d a n P e r i l a k u179 terjebak dalam kelelahan dan ketidakberdayaan jiwa. Pada saat inilah berpeluang untuk timbul dorongan kuat untuk mencari tahu adakah kekuatan lain yang bisa diandalkan sebagai penolong. Adakah sumber semangat yang sejati yang dapat memberi kekuatan dalam menghadapi tantangan dan kesulitan yang ada. Dorongan inilah menghantarkan manusia pada ranah spiritualitas. Ranah yang menyediakan jawaban bahwa ada kekuatan yang maha hebat di luar diri manusia yang terdapat pada semesta yang dapat digunakan untuk menjadi sumber spirit dalam mengalahkan permasalahan dan kesulitan dalam kehidupan. Melalui perbedaan individual inilah, kita dapat melalukan prediksi terhadap faktor internal yang berpengaruh terhadap pembentukan perilaku orang-orang di dalam organisasi. Perbedaan individual baik pada Level Muka maupun pada Level Dalam ini pun membutuhkan pengelolaan dan penanganan secara terencana dari organisasi. Bila tidak dikelola dengan baik perbedaan ini bukan menjadi aset bagi organisasi, namun justru menjadi beban yang memberatkan organisasi untuk tumbuh berkembang menjadi organisasi yang efektif dalam mencapai tujuan U-S-A-H-A S-E-M-U-A SEBAGAI KIAT UNTUK MENGELOLA PERBEDAAN INDIVIDUAL Memahami pentingnya intervensi untuk mendorong agar perbedaan individual dan keragaman memberikan manfat sebesar-besarnya dan menimbulkan resiko sekecil-kecilnya bagi organisasi maupun individu, maka untuk itu perlu direncanakan dan diimplementasikan mekanisme pengaturan baik di level individual maupun organisasi. Untuk memudahkan diingat, intervensi tersebut dijargonkan dengan U-S-A-H-A S-E-M-U-A. Ada pun U-S-A-H-A adalah mekanisme pengelolaam yang direkomendasikan untuk dilakukan oleh setiap orang pada level individual, sedangkan S-E-M-U-A adalah mekanisme yang dilakukan pada level organisasi. Berikut penjelasan mengenai apa saja yang dapat dilakukan dalam diversity management pada level individual dan pada level organisasi. 180 P e n g a n t a r M a n a j e m e n O r g a n i s a s i K o n t e m p o r e r Gambar Rekomendasi mengelola perbedaan individual Utamakan persamaan, syukuri perbedaan. Berdasarkan teori biologi genetika mengenai DNA Deoxyribo Nucleic Acid—yang merupakan zat pembawa informasi atau kode mengenai sifat-sifat pada manusia dan pada makhluk hidup lainnya—menjelaskan bahwa mahkluk hidup dalam spesies yang sama hanya memiliki perbedaan sebanyak 1 %. Sedangkan 99% lainnya adalah sama. Jika terdapat perbedaan 2 % atau lebih antara makhluk hidup yang satu dengan yang lain, maka kedua M a n a j e m e n F a k t o r I n d i v i d u d a n P e r i l a k u181 makhluk hidup tersebut adalah spesies yang berbeda. Begitu pun juga halnya antara manusia yang satu dengan manusia yang lain, walaupun pada pembahasan sebelum ini terlihat banyak sekali dimensi untuk membeda-bedakannya, ternyata perbedaan tersebut tidaklah lebih dari 1%. Masih ada 99 % hal lainnya yang sama. Dan jika terdapat lebih dari 2% perbedaan di antara keduanya, maka salah satu dari kedua makhluk tersebut spesies yang berbeda dari manusia. Saling menghormati dan menghargai. Wujud dari sikap “mensyukuri perbedaan” adalah perilaku saling menghormati dan menghargai mutual respect and appreciation di antara orang-orang dalam organisasi. Menghormati dan menghargai adalah dua perilaku yang serupa dalam konsep tapi tidak sama konteks. Seseorang dikatakan menghormati orang lain jika dia berbuat baik di hadapan sesorang tersebut. Sedangkan sesorang dikatakan menghargai oranglain jika dia tetap berbuat baik meskipun tidak berhadapan dengan orang tersebut. Jadi cerminan dari sikap “mensyukuri perbedaan” adalah setiap orang dalam organisasi berbuat baik satu sama lain apakah ketika mereka saling berhadapan ataukah tidak. Asertif dan empati. Selain perilaku menghormati dan menghargai, perilaku yang juga perlu dibiasakan sebagai wujud “bersyukur atas perbedaan” adalah asertif dan empati. Empati adalah perilaku yang mampu menempatkan cara kita berpikir, merasa, dan bertindak pada posisi orang lain. Jika kita mengalami situasi yang dialami orang lain tersebut, maka kira-kira kita kemungkinan besar akan berpikir, merasakan, dan bertindak seperti apa. Dengan memposisikan diri kita sebagaimana posisi orang lain, maka kita akan mendapatkan perspektif yang berbeda. Sedangkan asertif adalah kemampuan untuk bersikap tegas melindungi kepentingan pribadi tetapi tidak merugikan hak orang lain. Perilaku asertif dilakukan dengan cara berempati, kemudian berani mengemukakan kepentingan pribadi dan akhirnya bersama-sama berpikir untuk menghasilkan kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak. 182 P e n g a n t a r M a n a j e m e n O r g a n i s a s i K o n t e m p o r e r Hindari stereotyping dan halo effect. Stereotyping adalah memberikan label negatif kepada orang lain berdasarkan kecenderungan umum dari kelompok mana orang berasal. Stereotyping adalah salah satu bentuk kesalahan persepsi di mana seseorang menyamaratakan persepsi terhadap seseorang dengan persepsi terhadap kelompok dari mana mereka berasal. Sedangkan halo effect adalah mengambil kesimpulan mengenai seorang berdasarkan satu atau beberapa perilaku saja. Kedua perilaku ini—stereotyping maupun halo effect - sangat tidak adil bagi siapa pun juga. Mereka yang menjadi objek kedua perilaku tersebut akan merasa diperlakukan dengan tidak adil; sehingga akan memicu terjadinya ketidakpuasan yang kemudian berdampak terhadap motivasi kerja, efektivitas individual, maupun organisasi. Arahkan kepada sasaran organisasi. Selain stereotyping dan halo effect, perilaku yang juga dapat menjadi “gulma” dalam diversity management adalah kecenderungan untuk mengutamakan kepentingan pribadi atau kepentingan kelompok daripada kepentingan organisasi secara bersama. Setiap saat terjadi pertentangan kepentingan atau perselisihan di antara orang-orang dalam organisasi baik karena peran- fungsi mereka dalam organisasi ataukah karena latar belakang pribadi, maka pertentangan itu haruslah diarahkan dan dievaluasi dari perspektif tujuan atau sasaran organisasi. Sepakati equal employement opportunity. Hal yang paling mendasar yang organisasi harus lakukan dan jaga adalah komitmen untuk menjalankan equal employment opportunity. Pemilik dan pimpinan puncak perusahaan sepakat bahwa setiap orang dalam organisasi memiliki kesempatan yang sama untuk berkarya, berperan, dan bertumbuh dalam organisasi tanpa dibatasi oleh kekhasan individualnya. Ethical decision making. Untuk mengaplikasikan kebijakan equal employment opportunity membutuhkan aksi nyata. Salah satu tindakan konkrit yang penting adalah bagaimana pemilik atau pengelola organisasi memakai pertimbangan etika dalam membuat keputusan-keputusan dengan mengindahkan lima prinsip, yaitu kesetaraan right, keadilan justice, penghargaan terhadap kekhasan universalism, manfaat utilitarianism, dan kontekstual relativism. M a n a j e m e n F a k t o r I n d i v i d u d a n P e r i l a k u 183 Melaksanakan program pelatihan diversity management. Program atau pun materi mengenai diversity management adalah salah satu materi wajib yang diberikan kepada seluruh orang dalam organisasi, baik untuk mereka yang baru bergabung maupun untuk mereka yang sudah lama berada dalam organisasi. Terutama sekali untuk para calon supervisor dan manajer yang akan menjadi komandan unit kerja. Upayakan adanya badan konsultasi dan mediasi. Salah satu komitmen organisasi terhadap pengelolaan keragaman dapat dilihat dari tersedianya unit atau badan yang berfungsi memberikan konsultasi ataupun mediasi bila terjadi permasalahan yang bertalian dengan keragaman atau perbedaan individual. Terutama sekali yang terkait dengan perbedaan agama, suku, maupun pendekatan dalam memaknai aspek spiritualitas. Awasi dan hilangkan praktek-praktek diskriminasi. Menurut Robbins dan Judge 2017 dalam buku mereka, Organizational Behavior, terdapat setidaknya enam macam praktek diskriminasi yang umumnya terjadi dalam organisasi, yaitu 1 discriminatory policies yang tidak memberikan equal employment opportunity, 2 sexual harassment, yaitu perkataan maupun perbuatan yang dapat menimbulkan perasaan terhinakan secara seksual, 3 intimidation, yaitu ancaman atau tindakan pengrusakan yang dilakukan kepada seseorang atau kelompok dengan perbedaan individual tertentu, 4 mockery and insult, yaitu gurauan yang memuat stereotyping atau pun halo effect yang memicu ketersinggungan dari pihak yang menjadi objek gurauan, 5 exclusion, yaitu tindakan mengeluarkan atau mengucilkan orang-orang dengan perbedaan individual tertentu, dan 6 incivility, yaitu perlakuan tidak hormat kepada orang lain termasuk perilaku “menyerang”, memotong pembicaraan maupun mengabaikan pendapat orang lain karena yang bersangkutan memiliki perbedaan individual tertentu. Diharapkan melalui rekomendasi U-S-A-H-A S-E-M-U-A ini orang- orang di dalam organisasi dapat berkontribusi secara efektif untuk pencapaian tujuan organisasi dengan menjaga perbedaaan individual dan menjadikan keragaman sebagai aset yang menjadi sumber pertumbuhan dan perkembangan organisasi dalam mencapai tujuannya. 184 P e n g a n t a r M a n a j e m e n O r g a n i s a s i K o n t e m p o r e r381 ResearchGate has not been able to resolve any citations for this has not been able to resolve any references for this publication.
Contohorganisasi informal yaitu arisan ibu-ibu wali murid sekolah, belajar bersama dan rekreasi dari kantor untuk seluruh keluarga karyawan. 3. Hal apa saja yang dapat dipelajari dalam perilaku organisasi? Jelaskan! Jawab : Perilaku organisasi mengajarkan tiga faktor penentu perilaku dalam organisasi individu, kelompok dan struktur.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Manusia adalah salah satu aspek penting dari sebuah organisasi. Kinerja suatu organisasi sangat bergantung pada kinerja individu yang menciptakannya. Semua pekerjaan di perusahaan, karyawan menentukan keberhasilannya. Oleh karena itu, berbagai upaya peningkatan produktivitas perusahaan harus dimulai dengan peningkatan produktivitas karyawan. Oleh karena itu, memahami perilaku organisasi menjadi sangat penting untuk meningkatkan kinerja seseorang. Pada umumnya setiap individu memiliki kebutuhan hidup, mulai dari kebutuhan yang sederhana primer hingga kebutuhan yang lebih atau lebih luas sekunder. Karena untuk memenuhi kebutuhannya, setiap individu membutuhkan tempat untuk memenuhi kebutuhannya. Jadi manusia membutuhkan organisasi untuk memenuhi kebutuhannya. Baik itu organisasi di bidang pendidikan, hiburan, pekerjaan dan lainnya. Dalam perilaku organisasi dijelaskan bagaimana perbedaan kebutuhan antar individu, kepribadian - karakteristik masing-masing individu dan bagaimana komunikasi interpersonal mempengaruhi pencapaian tujuan. Suatu organisasi disebut sistem sosial karena didalamnya terdapat sekelompok orang yang memiliki hubungan satu sama lain sehingga dapat berinteraksi dengan para pelaku organisasi tersebut. Dalam perilaku organisasi, individu harus mampu beradaptasi dengan bersosialisasi dengan orang lain. Ini akan membuat tugas yang diberikan lebih mudah karena tugas dapat dilakukan bersama-sama. Karena setiap orang mempunyai kebutuhan, ada baiknya dalam perilaku organisasi seseorang dapat hidup berdampingan dengan orang lain sehingga tujuan yang ingin dicapai dapat adalah bagian dari kehidupan manusia. Setiap hari orang akan berpartisipasi dalam kegiatan kolektif. Demikian juga, kelompok adalah bagian dari kehidupan organisasi. Ada banyak kelompok seperti itu di dalam organisasi. Hampir secara umum, orang-orang yang tergabung dalam organisasi besar atau kecil cenderung mencari privasi dalam kelompok tertentu. Berawal dari kesamaan tugas yang dilakukan, dari kedekatan dengan tempat kerja, dari seringnya pertemuan dan mungkin dari kesenangan bersama, lahirlah sebuah kedekatan. Singkatan dari grup di beberapa organisasi. Perilaku individu dalam organisasi Menurut Soekidjo Notoatmojo, perilaku adalah respon atau tanggapan seseorang yang tetap tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Louis Thurstone, sedangkan menurut Rensis Likert dan Charles Osgood, perilaku adalah suatu bentuk evaluasi atau respon dari perasaan. Artinya sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak pada objek atau perasaan mendukung atau memihak pada objek tersebut. Perilaku individu dalam suatu organisasi merupakan bentuk interaksi antara karakteristik individu dengan karakteristik organisasi. Setiap individu dalam organisasi akan berperilaku berbeda dan perilaku mereka, sebagaimana ditentukan oleh lingkungan masing-masing, benar-benar berbeda. 1 2 3 Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
uAMlZ. zn35a8b9z3.pages.dev/595zn35a8b9z3.pages.dev/177zn35a8b9z3.pages.dev/253zn35a8b9z3.pages.dev/116zn35a8b9z3.pages.dev/46zn35a8b9z3.pages.dev/451zn35a8b9z3.pages.dev/326zn35a8b9z3.pages.dev/255
pertanyaan perilaku individu dalam organisasi